Nagari Tanjung Haro Sikabu - Kabu Padang Panjang

Kec. Luak, Kab. Lima Puluh Kota
Prov. Sumatera Barat

Loading

Nagari Tanjung Haro Sikabu - Kabu Padang Panjang

Hari Libur Nasional

Hari Buruh Internasional / Pekerja

  • Hari
  • Jam
  • Menit
  • Detik
Info
Selamat Datang di Portal Website Resmi Pemerintahan Nagari Tj.Haro Sikabu-kabu Pd.Panjang | Informasi Nagari adalah Hak Masayarakat - UU RI No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi | AWASI Pembangunan Nagari Kita - LAPORKAN Bila Ada Penyimpangan

Berita Nagari

Nagari adalah pembagian wilayah administratif sesudah kecamatan di provinsi Sumatra Barat, Indonesia.

Nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Nagari merupakan kumpulan dari beberapa Jorong/Korong yang memiliki tujuan dan prinsip yang sama. Nagari dipimpin oleh seorang Wali Nagari. Wali Nagari ini dipilih melalui musyawarah dan mufakat dari berbagai kumpulan Jorong dan masyarakat melalui pemilihan wali nagari (Pilwana).

Secara etimologi kata nagari berasal dari Bahasa Sanskerta nagarom yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Bentuk lain dari kata ini antara lain nagara, negara, negeri, nagori, nogori, nogoro.

Nagari dipimpin oleh seorang wali nagari, Sultan, Raja dan dalam menjalankan pemerintahannya, dahulunya wali nagari dibantu oleh beberapa orang wali jorong, tetapi sekarang dibantu oleh sekretaris nagari (setnag) dan Perangkat Nagari yang jumlahnya bergantung dengan indek pemerintahan nagari tersebut. Wali nagari dipilih oleh anak nagari (penduduk nagari) secara demokratis dengan pemilihan langsung untuk masa jabatan 6 tahun dan kemudian dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Biasanya yang dipilih menjadi wali nagari adalah orang yang dianggap paling menguasai tentang semua aspek kehidupan dalam budaya Minangkabau, sehingga wali nagari tersebut mampu menjawab semua persoalan yang dihadapi anak nagari.

Nagari secara administratif pemerintahan berada di bawah kecamatan yang merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten. Sedangkan nagari bukan merupakan bagian dari perangkat daerah jika berada dalam struktur pemerintahan kota. Berbeda dengan kelurahan, nagari memiliki hak mengatur wilayahnya yang lebih luas. Nagari merupakan bentuk dari republik mini.

Dalam sebuah nagari dibentuk Kerapatan Adat Nagari (KAN), yakni lembaga yang beranggotakan tungku tigo sajarangan. Tungku tigo sajarangan merupakan perwakilan anak nagari yang terdiri dari alim ulama, cerdik pandai (kaum intelektual) dan niniak mamak (pemimpin suku-suku dalam nagari). Keputusan penting yang akan diambil selalu dimusyawarahkan antara wali nagari dan tungku tigo sajarangan di balai adat atau balairung sari nagari. Untuk legislasi, dibentuklah Badan Permusyawaratan Nagari (BAMUS) nama lain dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Unsur dalam BAMUS. BAMUS berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan nagari, yang ditetapkan dengan cara Pemilihan langsung dengan masa jabatan selama 6 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Jumlah anggota BAMUS ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 orang dan paling banyak 11 orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan nagari, serta ditetapkan dengan keputusan Bupati/Wali kota.

Dengan diterapkannya kembali model pemerintahan nagari di provinsi Sumatra Barat, maka hal ini berdampak terhadap wewenang atas penguasaan kembali tanah ulayat nagari maupun juga terhadap tanah-tanah adat baik yang dimiliki secara individual maupun telah dikuasai negara sebelumnya.

Sistem kanagarian telah ada sebelum kemerdekaan Indonesia. Kerajaan Pagaruyung pada dasarnya merupakan konfederasi nagari-nagari yang berada di Minangkabau. Kemungkinan besar sistem nagari juga sudah ada sebelum Adityawarman mendirikan kerajaan tersebut.

Terdapat dua aliran besar dalam sistem pemerintahan nagari di Minangkabau yakni Koto Piliang dan Bodi Caniago yang keduanya mempunyai kemiripan dengan pemerintahan polis-polis pada masa Yunani kuno.[2] Selain dipengaruhi oleh tradisi adat, struktur masyarakat Minangkabau juga diwarnai oleh pengaruh agama Islam, dan pada suatu masa pernah muncul konflik akibat pertentangan kedua pengaruh ini, yang kemudian dapat diselesaikan dengan menyerasikan kedua pengaruh tersebut dalam konsep Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah.[3]

Nagari merupakan unit pemungkiman yang paling sempurna yang diakui oleh adat, nagari memiliki teritorial beserta batasnya dan mempunyai struktur politik dan aparat hukum tersendiri, selain itu beberapa kelengkapan yang mesti dipenuhi oleh suatu pemungkiman untuk menjadi nagari diantaranya adanya balai adat, masjid serta ditunjang oleh areal persawahan.[4] Lima komponen utama pada nagari adalah berlebuh (jalan), bertapian (tempat pemandian), berbalai (balai pertemuan), bermesjid, dan bergelenggang (alun-alun).[5]

Dalam pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam istilah pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu Dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba Panghulu. Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan di kawasan Minang dimulai dari struktur terendah disebut dengan Taratak, kemudian berkembang menjadi Dusun, kemudian berkembang menjadi Koto dan kemudian berkembang menjadi Nagari, yang dipimpin secara bersama oleh para penghulu atau datuk setempat. Dan biasanya disetiap nagari yang dibentuk itu minimal telah terdiri dari 4 suku yang mendomisili kawasan tersebut.[6]


Balai nagari di pantai barat Sumatera, circa 1895.
Dalam laporannya de Stuers[7] menyimpulkan bahwa pada daerah pedalaman Minangkabau tidak pernah ada suatu kekuasaan pemerintahan terpusat dibawah seorang raja. Berdasarkan laporan tersebut, kemudian Belanda menerapkan model sistem penguasa-penguasa di tingkat distrik, yang kemudian dikenal dengan adanya jabatan kepala laras atau tuanku laras, di mana daerah kelarasan ini dirancang sepadan dengan pengelompokan nagari yang telah ada sebelumnya. Dan selanjutnya satuan pemerintahan lebih rendah tetap dipegang oleh penghulu-penghulu sebelumnya tanpa mengalami perubahan sampai pada tahun 1914.

Pada tahun 1914 dikeluarkan ordonansi nagari yang membatasi anggota kerapatan nagari hanya pada penghulu yang diakui pemerintah Hindia Belanda. Hal ini dilakukan dengan asumsi untuk mendapatkan sistem pemerintahan yang tertib dan teratur. Penghulu-penghulu yang dulunya memimpin nagari secara bersama-sama sekarang diharuskan untuk memilih salah satu di antara mereka sebagai kepala nagari atau wali nagari, sehingga posisi penghulu suku kehilangan fungsi tradisionalnya. Namun sejalan dengan waktu, jabatan kepala laras dan kepala nagari ini, yang sebelumnya asing akhirnya dapat diterima dan menjadi tradisi adat, di mana jabatan ini juga akhirnya turut diwariskan kepada kemenakan dari pemegang jabatan sebelumnya.[8] Namun sekarang jabatan tuanku laras sudah dihapus sedangkan wali nagari tidak boleh diwariskan kepada kemenakan yang memegang jabatan sebelumnya tetapi tetap harus dipilih secara demokratis.

Setelah proklamasi kemerdekaan, sistem pemerintahan nagari ini diubah agar lebih sesuai dengan keadaan waktu itu. Pada tahun 1946 diadakan pemilihan langsung di seluruh Sumatra Barat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Nagari dan wali nagari. Calon-calon yang dipilih tak terbatas pada penghulu saja. Partai politik pun boleh mengajukan calon. Pada kenyataannya banyak anggota Dewan Perwakilan Nagari dan wali nagari terpilih yang merupakan anggota partai. Masyumi menjadi partai yang mendominasi. Dalam masa perang kemerdekaan dibentuk juga organisasi pertahanan tingkat nagari, yaitu Badan Pengawal Negeri dan Kota (BNPK). Badan ini didirikan atas inisiatif Chatib Sulaiman.

Namun setelah keluarnya Perda No. 50 tahun 1950 tentang pembentukan wilayah otonom, maka sejak itu pemerintahan nagari hampir tidak berperan lagi. Dan kemudian ditambah sewaktu Kabinet Mohammad Natsir tahun 1951 membekukan Dewan Perwakilan Rakyat di Provinsi Sumatra Tengah yang juga mencakup wilayah Sumatra Barat, Riau, Kepulauan Riau, dan Jambi sekarang. Maka dengan demikian dewan perwakilan tingkat nagari pun statusnya menjadi tidak jelas juga. Kemudian pasca Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, hampir keseluruhan aparat nagari diganti oleh pemerintah pusat yang sekaligus mengubah pemerintahan nagari.[9]

Tahun 1974 Gubernur Harun Zain memutuskan untuk mengangkat kepala nagari sebagai pelaksana pemerintahan dan Dewan Perwakilan Rakyat Nagari sebagai lembaga legislatif terendah. Namun keputusan ini hanya berumur pendek. Dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa, sistem nagari dihilangkan dan jorong digantikan statusnya menjadi desa. Kedudukan wali nagari dihapus dan administrasi pemerintahan dijalankan oleh para kepala desa.

Semenjak tanggal 1 Agustus 1983, seluruh nagari-nagari yang ada di Sumatera Barat dileburkan menjadi pemerintahan desa. Jorong yang menjadi bagian nagari waktu itu langsung dijadikan desa, sehingga nagari dengan sendirinya menjadi hilang. Pemerintahan desa yang berasal dari budaya Jawa dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Pada pemerintahan desa, desa atau kelurahan adalah bagian dari wilayah kecamatan. Dalam menjalankan hak, wewenang dan kewajiban pimpinan pemerintahan desa, Kepala Desa bertanggung jawab kepada pejabat yang berwenang mengangkat melalui Camat, dan memberikan keterangan pertanggungjawaban tersebut kepada Lembaga Musyawarah Desa (LMD).[10]

Meskipun demikian nagari masih dipertahankan sebagai lembaga tradisional. Peraturan daerah No. 13 tahun 1983 mengatur tentang pendirian Kerapatan Adat Nagari (KAN) di tiap-tiap nagari yang lama. Namun KAN sendiri tidak memiliki kekuasaan formal.

Perubahan peta politik nasional yang terjadi, membangkitkan kembali semangat masyarakat Sumatra Barat untuk kembali menjalankan sistem pemerintahan nagari. Dengan berlakunya otonomi daerah pada tahun 2001, istilah pemerintahan nagari kembali digunakan untuk menganti istilah pemerintahan desa yang digunakan sebelumnya dalam sistem pemerintahan kabupaten, sedangkan nagari yang berada dalam sistem pemerintahan kota masih seperti sebelumnya yaitu bukan sebagai bagian dari pemerintah daerah.

Dan pada tahun 2004, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan UU No 22 Tahun 1999 dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, kemudian Presiden Indonesia dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat secara bersama, disahkanlah Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah untuk mengantikan undang undang UU No 22 Tahun 1999. Dan dari undang-undang baru ini diharapkan munculnya pemerintahan daerah yang dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Dan sebagai tindak lanjut dari undang-undang tersebut maka keluarlah Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa, yang menekankan prinsip dasar sebagai landasan pemikiran pengaturan keanekaragaman daerah, yang memiliki makna bahwa istilah desa dapat disesuaikan dengan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pemerintah tetap menghormati sistem nilai yang berlaku pada masyarakat setempat namun tetap harus mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Referensi :

  1. Yayasan Kemala, (2005), Tanah masih di langit: penyelesaian masalah penguasaan tanah dan kekayaan alam di Indonesia yang tak kunjung tuntas pada era reformasi, Bandung: Yayasan Kemala, ISBN 978-979-97910-5-4.
  2. Bonner, Robert Johnson (1933). Aspects of Athenian democracy Vol 11. University of California Press. hlm. 25–86.
  3. Haris, Syamsuddin, (2005), Pemilu langsung di tengah oligarki partai: proses nominasi dan seleksi calon legislatif Pemilu 2004, Gramedia Pustaka Utama, ISBN 978-979-22-1695-0.
  4. Kato, Tsuyoshi, (2005), Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah, PT Balai Pustaka, ISBN 978-979-690-360-3.
  5. Jeffrey Hadler (2008) A Historiography of Violence and the Secular State in Indonesia: Tuanku Imam Bondjol and the Uses of History The Journal of Asian Studies, Vol. 67, No. 3 (Aug., 2008), pp. 971-1010
  6.  Batuah, A. Dt. & Madjoindo, A. Dt., (1959), Tambo Minangkabau dan Adatnya, Jakarta: Balai Pustaka.
  7. Laporan kepada Gubernur Jendral, 30 Agustus 1825, Exhibitum, 24 Agustus 1826, No. 41.Verbaal, 22 Januari 1875, No. 39.
  8. Asnan, Gusti, (2007), Memikir ulang regionalisme: Sumatra Barat tahun 1950-an, Yayasan Obor Indonesia, ISBN 978-979-461-640-6.
  9. https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/ham/article/view/68


Sumber Artikel :
https://id.wikipedia.org/wiki/Nagari

Sumber foto :
https://id.wikipedia.org/wiki/Istana_Basa_Pagaruyung#/media/Berkas:Istano_Rajo_Basa_Pagaruyung.jpg

Beri Komentar

CAPTCHA Image

Nagari

2.995

LAKI-LAKI

LAKI-LAKI2.995penduduk

2.997

PEREMPUAN

PEREMPUAN2.997penduduk

5.992

TOTAL

TOTAL5.992penduduk

Layanan
Mandiri

Hubungi Pemerintah Nagari untuk mendapatkan PIN

Pemerintah Nagari

Wali Nagari

NOFRIZAL, S.Pd

Sekretaris Nagari

HERRY WANDA, A.Md.Kom

Tidak Ada di Kantor

Kepala Urusan Keuangan

NELDIA PUTRI, S.Pd

Tidak Ada di Kantor

Kepala Urusan Umum dan Tata Usaha

DETY PURNAMA ROZA, S.Kom

Tidak Ada di Kantor

Kepala Urusan Perencanaan

RONI PUTRA, S.Sn

Tidak Ada di Kantor

Kepala Seksi Pemerintahan

NILA SAFITRI, A.Md

Tidak Ada di Kantor

Kepala Seksi Kesejahteraan

MUHAMAD RIZKI, S.Pd.I

Tidak Ada di Kantor

Kepala Seksi Pelayanan

ARIF RAHMAN, A.Md

Tidak Ada di Kantor

Staf Operator

AISHA ANANDA IRMAYENI, A.Md

Tidak Ada di Kantor

Kepala Jorong Lakuak Dama

HERMAN

Tidak Ada di Kantor

Kepala Jorong Bukik Kanduang

A. WAHID

Tidak Ada di Kantor

Kepala Jorong Tanjung Haro Selatan

FAUZAN HAZMI

Tidak Ada di Kantor

Kepala Jorong Tanjung Haro Utara

BOY EKO FEBRIAN

Tidak Ada di Kantor

Kepala Jorong Padang Panjang

RIKO SATRIA

Tidak Ada di Kantor

Kepala Jorong Sikabu-kabu

ZULHAM

Tidak Ada di Kantor

PERKEMBANGAN PENDUDUK

Bulan Ini

Kelahiran

0

Orang

Kematian

0

Orang

Masuk

2

Orang

Pindah

0

Orang

Bulan Lalu

Kelahiran

0

Orang

Kematian

3

Orang

Masuk

5

Orang

Pindah

0

Orang

LAYANAN SURAT PENGANTAR

Hari Ini

0

Surat

Kemarin

18

Surat

Minggu Ini

35

Surat

Bulan Ini

141

Surat

Bulan Lalu

202

Surat

Tahun Ini

523

Surat

Tahun Lalu

688

Surat

Total

4,022

Surat

Vidio Potensi Nagari
LOKASI KAYU KOLEK
Poling Kepuasan Masyarakat
Statistik Pengunjung
Hari ini : 541
Kemarin : 2.157
Total Pengunjung : 4.346.669
Sistem Operasi : Unknown Platform
IP Address : 3.131.110.169
Browser : Mozilla 5.0
Vidio Potensi Nagari
LOKASI KAYU KOLEK
Poling Kepuasan Masyarakat
Statistik Pengunjung
Hari ini : 541
Kemarin : 2.157
Total Pengunjung : 4.346.669
Sistem Operasi : Unknown Platform
IP Address : 3.131.110.169
Browser : Mozilla 5.0

Transparansi Anggaran

APBN 2023 Pelaksanaan

Pendapatan Nagari

Realisasi | Anggaran

Rp. 1.453.240.198,00Rp. 2.018.585.106,00

71.99%

Belanja Nagari

Realisasi | Anggaran

Rp. 1.375.584.365,00Rp. 2.000.010.708,00

68.78%

Pembiayaan Nagari

Realisasi | Anggaran

Rp. 0,00Rp. -201.425.602,00

0%

APBN 2023 Pendapatan

Lain-Lain Pendapatan Asli Nagari Nagari

Realisasi | Anggaran

Rp. 1.750.000,00Rp. 1.500.000,00

116.67%

Dana Desa

Realisasi | Anggaran

Rp. 744.003.600,00Rp. 1.060.006.000,00

70.19%

Bagi Hasil Pajak Dan Retribusi

Realisasi | Anggaran

Rp. 31.601.606,00Rp. 32.651.606,00

96.78%

Alokasi Dana Nagari

Realisasi | Anggaran

Rp. 673.750.172,00Rp. 906.427.500,00

74.33%

Bunga Bank

Realisasi | Anggaran

Rp. 2.134.820,00Rp. 8.000.000,00

26.69%

Lain-Lain Pendapatan Nagari Yang Sah

Realisasi | Anggaran

Rp. 0,00Rp. 10.000.000,00

0%

APBN 2023 Pembelanjaan

Bidang Penyelenggaran Pemerintahan Nagari

Realisasi | Anggaran

Rp. 767.783.435,00Rp. 1.017.592.787,00

75.45%

Bidang Pelaksanaan Pembangunan Nagari

Realisasi | Anggaran

Rp. 434.213.680,00Rp. 671.237.715,00

64.69%

Bidang Pembinaan Kemasyarakatan Nagari

Realisasi | Anggaran

Rp. 38.957.550,00Rp. 120.625.162,00

32.3%

Bidang Pemberdayaan Masyarakat Nagari

Realisasi | Anggaran

Rp. 25.129.700,00Rp. 62.555.044,00

40.17%

Bidang Penanggulangan Bencana, Darurat Dan Mendesak Nagari

Realisasi | Anggaran

Rp. 109.500.000,00Rp. 128.000.000,00

85.55%
Pemerintah Nagari

NOFRIZAL, S.Pd

Wali Nagari

HERRY WANDA, A.Md.Kom

Sekretaris Nagari
Tidak Ada di Kantor

NELDIA PUTRI, S.Pd

Kepala Urusan Keuangan
Tidak Ada di Kantor

DETY PURNAMA ROZA, S.Kom

Kepala Urusan Umum dan Tata Usaha
Tidak Ada di Kantor

RONI PUTRA, S.Sn

Kepala Urusan Perencanaan
Tidak Ada di Kantor

NILA SAFITRI, A.Md

Kepala Seksi Pemerintahan
Tidak Ada di Kantor

MUHAMAD RIZKI, S.Pd.I

Kepala Seksi Kesejahteraan
Tidak Ada di Kantor

ARIF RAHMAN, A.Md

Kepala Seksi Pelayanan
Tidak Ada di Kantor

AISHA ANANDA IRMAYENI, A.Md

Staf Operator
Tidak Ada di Kantor

HERMAN

Kepala Jorong Lakuak Dama
Tidak Ada di Kantor

A. WAHID

Kepala Jorong Bukik Kanduang
Tidak Ada di Kantor

FAUZAN HAZMI

Kepala Jorong Tanjung Haro Selatan
Tidak Ada di Kantor

BOY EKO FEBRIAN

Kepala Jorong Tanjung Haro Utara
Tidak Ada di Kantor

RIKO SATRIA

Kepala Jorong Padang Panjang
Tidak Ada di Kantor

ZULHAM

Kepala Jorong Sikabu-kabu
Tidak Ada di Kantor