SENI MASYARAKAT NAGARI --- Oleh: Roni Keron
Nagari Tanjung Haro Sikabu-kabu Padang Panjang.Adalah sebuah Nagari yang terletak di selatan kota Payakumbuh, tepatnya di Kecamatan Luhak, Kabupaten Limapuluh Kota. Sebuah nagari yang melandai di lereng Gunung Sago. Nagari ini dihuni lebih kurang 5000 jiwa dengan 1.384 kepala keluarga. Nagari ini pun terbagi dalam 6 jorong, dengan mayoritas masyarakatnya menggantungkan hidup pada tanah pertanian dan berbagai keterampilan, yaitu bersawah dan berladang, serta juga dengan keahlian pertukangan. Jorong tersebut antaranya, jorong Sikabu-kabu, Bukik Konduang, Lokuak Dama, Tanjung Haro Selatan, Tanjuang HHaro Utara, dan Padang Panjang.
Melihat aktivitas masyarakatnya, nyaris serupa dimasing-masing jorongnya, dengan rutinitas yang begitu santai, seolah mereka bisa menghentikan waktu. Bagaimana tidak, duduk di lapau seolah menjadi ritual yang wajib untuk memulai serta menutup hari. Karnanyalapau menjadi tempatyang tak pernah sepi.
Begitu pagi mulai sedikit terang, orang-orang bersegera duduk di lapau, memesan kopi, menghembuskan asap rokok, sambil mancorah persoalan hidup dan hal-hal yang aktual tentunya. Setelahnya, sebelum matahari agak meninggi baru mereka pergi kesawah dan keladang ataupun bertukang untuk memulai bekerja. Selang beberapa jam setelah makan siangatau zuhur berkumandang lapau kembali menjadi tujuan.
Setelah sore biasanya permainan berupa olah raga menjadi pilihan masyarakat, bagi laki-laki biasanya ada yang main sepak bola, sepak takraw, serta bagi perempuan biasanya main bola voli. Permainan ini akan dihentikan oleh kumandang azan Magrib, menandakan untuk pulang ke rumah masing-masing. Setelah magrib, kaum laki-laki kembali ke lapau dengan beragam aktivitas, serupa “judi harga diri”, berupa domino, koa, ataupun remi (yang kalah biasanya membayar kopi atau harga kartu).
Jika sedikit beruntung dibeberapa lapau akan ada aktivitas menghibur diri, berupa meniup saluang, menggesek rebab, memainkan gitar, serta kadang berdendang disela-sela kuap dan kantuk.Begitu rupanya aktivitas sehari-hari masyarakat di nagari Sikabu-kabu Tanjung Haro Padang Panjang, saya kira tak jauh berbeda dengan masyarakat nagari-nagari lain di Sumatera Barat.
Nah, dapat kita lihat bahwa dalam kehidupan kesenian masyarakat (paling tidak masyarakat nagari Sikabu-kabu Tanjung Haro Padang Panjang), katakanlah serupa meniup saluang, rebab, dendang menjadi sesuatu yang tumbuh dalam masyarakat dan menjadi bagian ekspresi masyarakat. Meskipun kesenian diposisikan sebagai mengisi waktu luang, sambil berdiang nasi masak, dilakukan saat menunggu kantuk yang terkuap-kuap di bale-bale lapau.
Meskipun sesekali waktu kadang ada pertunjukan kesenian yang digelar, ketika salah satu masyarakat hendak melaksanakan hajatan pesta perkawinan misalnya, atau pada waktu-waktu serta momen tertentu.
Di dalam masyarakat, sebanarnya ada saja diantara warganya yang memiliki keterampilan memainkan kesenian tradisi, baik itu individu maupun kelompok, dan tak jarang memilih kesenian sebagai sebuah profesi. Mereka mendapatkan keterampilan itu ada yang dari hasil berguru ke daerah lain, atau memang orang tuanya pelaku kesenian, kemudian dengan tidak sendirinya anak-anak mereka merasa bertanggung jawab untuk meneruskan, sehingga jadilah mereka sebagai pewaris kesenian. Ini memberikan indikasi bahwa melalui kesenian , sebenarnya individu-individu atau kelompok-kelompok di dalam masyarakat punya wujud ekspresi yang terpendam, bagaimana kemudian ekspresi-ekspresi tersebut bisa aktualisasikan serta dirayakan bersama masyarakat lainnya.
Masyarakat Nagari Tanjung Haro Sikabu-kabu Padang Panjang Mewujudkan Ekpresi Musikal
Ini yang kemudian ditangkap oleh Ruang Kreatif La Paloma dan Sanggar Puti Ambang Bulan sebagai potensi masyarakat untuk bisa merayakan sesuatu. Dua kelompok kesenian yang beproses di nagari Sikabu-kabu Tanjung Haro Padang Panjang ini memotret apa-apa yang kemudian menjadi modal kultural masyarakat. Lalu mendorong masyarakat untuk berproses kreatif dan bersama-sama membuatkan sebuah ruang untuk sebuah peristiwa perayaan musikal dalam masyarakat.
Rata-rata ditiap-tiap jorong sudah memiliki beberapa instrumen dan kebiasaan musikal. Paling tidak satu buah ansambel talempong pacik untuk biasa digunakan dalam peristiwa-peristiwapenting dalam masyarakat. Arak-arakan pengangkatan penghulu, arakan pengantin, khatam alquran, dan lain sebagainya. Disamping itu secara personal diantara masyarakat juga ada yang memiliki saluang, rabab, dan alat musik tradisional lainnya.
Maka dimulailah untuk mencatat, membuat daftar peralatan musik yang dimiliki oleh masyarakat serta kedua kelompok seni yang ada di nagari tersebut. Instrumen-instrumen tersebut akan digunakan sebagai media untuk proses latihan secarabergantian. Lalu melakukan riset untukmenemukan kesenian-kesenian yang pernah ada, serta mendata siapa saja masyarakat pelaku kesenian tradisi di masing-masing jorong. Tak soal apakah itu perempuan atau laki-laki, apakah itu tua ataupun muda. Melalui proses mentoring di masing-masing jorong, maka mereka hendak didorong menjadi pencipta musik. Musik yang dibuat tentu musik yang terasa dekat dengan masyarakat, karena mereka adalah representasi dari masyarakat itu sendiri.
Harapannya, masing-masing jorong akan membuat satu pertunjukan dengan didampingi oleh satu orang mentor. Fungsi mentor tak lain adalah membantu memfasilitasi masing-masing grup untuk menstimulasi pelahiran-pelahiran musik yang diinginkan oleh masing-masing grup sebagai wujud ekspresi masyarakat.
Diantaranya,TopuakKandik yang biasa kita saksikan dalam randai menjadi semacam konsep grup dari jorong Lokuak Dama untuk kemudian dikembangkan menjadi lebih musikal. Eksplorasi legaran yang musikal ini dibantu oleh Fandi Pratama sebagai mentor.Fandi, merupakan seniman muda lulusan jurusan sastra daerah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas.
Ansambel Talempong Sikatuntuangyang memang sudah berkembang di jorong Tanjung Haro Selatan menjadi pilihan untuk digarap menjadi semacam komposisi musik. Kolaborasi pemain tua dan muda menjadi keunikan tersendiri dalam proses, disamping juga sebagai proses regenerasi kesenian ansambel Talempong Sikatuntuang ini. Dalam garapan komposisi ini jorong Tanjung Hao Selatan akan dibantu oleh Alex Septyono. Alex yang sejak 2012 lalu aktif bergiat di Ruang Kreatif La Paloma sebagai komposer.
Tak kalah serunya, Jorong Padang Panjang dan Tanjung Haro Utara mempunyai konsep yang sama. Dimana mereka akan menggabungkan instrumen popular seperti drum set, gitar elektrik, dan gitar bass dengan instrumenmusik tradisi. Dalam garapan ini mereka mengaransemen reportoar-reportoar klasik Minangkabau. Semacam Combo Band ditambah instrumen talempong, rabab, dan saluang menjadi kekuatan untuk bunyi-bunyi ritmis tradisi. Disini, Andes Satolari yang akan menjadi pendampinguntuk kedua jorong ini hingga proses selesai.
Sementara Jorong Sikabu-kabu dan Bukik Konduang menggali kekuatan musikal yang ada dalam asambel talempong pacikyang biasa mereka mainkan. Kemudian pola-pola ritme dan melodi talempong pacik ini akan digarap menjadi sebuah komposisi musik baru. Dalam prosesnya akan dibantu oleh fasilitator Rio Uncu sebagai mentor hingga proses selesai. Uncu merupakan seniman muda akademis yang baru saja menyelesaikan studi penciptaan musik di pascasarjana ISI Padangpanjang, dan mulai tertarik untuk beproses kreatif bersama masyarakat, sebagai wujud mengembalikan kesenian kepada masyarakat.
Kiranya dari hasil mentoring masing-masing jorong tersebut akan dirayakan dengan sebuah festival masyarakat. Sebuah peristiwa kesenian dimana masyarakat lereng Gunung Sago bersama-sama merayakan, melihat diri melalui aktivitas seni yang dipentaskan. Serta memberikan makna pada aktivitas tersebut. Bahwa seni punya posisi penting dalam kehidupan masyarakat, paling tidak bisa mempererat hubungan sosial, yaitu ruang bertemunya masyarakat.Bagaimana kemudian seni menjadi wujud ekspresi yang bisa mencerminkan sebuah masyarakat dan memberikan sumbangandalam membangun demokrasi dalam hidup bermasyarakat .
Dokumentasi dibuat oleh LMF (Legusa Musik Festifal)